Aspek Teknis dan Operasi Studi Kelayakan BISNIS

 


A. Pengertian Aspek Teknis dan Operasi
    Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis tersebut selesai dibangun. Berdasarkan analisis yang telah telah dilakukan berdasarkan aspek teknis maka akan diketahui rancangan awal penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya.
    Aspek teknis mempelajari kebutuhan teknis proyek, seperti penentuan kapasitas produksi, jenis teknologi yang digunakan, penggunaan peralatan, dan mesin serta lokasi usaha yang paling menguntungkan. Aspek Teknis dan teknologi, aspek yang berkaitan dengan pemilihan lokasi usaha, peralatan yang akan digunakan, bantuan teknologi dan mesin, ruang usaha, kapasitas produksi, dan jalur produksi. Aspek ini memberikan gambaran tentang sistem kerja yang menjadi motor penggerak suatu bisnis.
    Dalam menyusun studi kelayakan bisnis, aspek teknis perlu dipertimbangkan dan diperhitungkan secara tepat dan benar karena kesalahan dalam menentukan aspek ini dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kegagalan. Tujuan studi kelayakan bisnis aspek teknik dan teknologi adalah memastikan secara teknis dan pilihan teknologi tertentu, rencana bisnis dapat dilaksanakan secara layak atau tidak layak, baik pada saat pembangunan proyek maupun operasional rutin. 

B. Hal analisa dalam aspek teknis dan operasi

1. Pemilihan Strategi Produksi
Agar barang dan/atau jasa yang akan diproduksi dapat memenuhi kebutuhan konsumen, biasanya didahului dengan suatu kegiatan penelitian, seperti penelitian pasar dan pemasaran. Dari masukan penelitian pasar dan pemasaran ini, berikutnya akan ditetapkan macam-macam produk yang menjadi alternatif untuk dibuat. Mengacu pada alternatif produk-produk ini, selanjutnya, akan dikaji pula kaitannya dengan aspek-aspek yang lain, seperti aspek keuangan dan seterusnya.
2. Pemilihan dan Perencanaan Produk
Setelah beberapa alternatif ide produk tersaring, selanjutnya akan dikaji produk (beberapa produk) apa yang menjadi prioritas untuk diproduksi. Biasanya, untuk menetapkan produk tersebut akan dilakukan melalui tahapan-tahapan pekerjaan. Pada umumnya, tahapan itu meliputi:
a. Penentuan Ide Produk dan Seleksi
Seperti telah diketahui, bahwa ide produk dapat diciptajan atas masukan berbagai aspek, seperti pada aspek pasar dan pemasaran. Akan tetapi, ternyata, masih banyak aspek lain yang dapat mendorong terciptanya ide produk, misalnya: atas dasar perkembangan teknologi, dan kebijakan-kebijakan internal perusahaan. Selanjutnya seleksi ide produk juga dilakukan atas berbagai kriteria, misalnya: atas masukan dari penelitian pasar dan pemasaran, teknis dan keuangan. Pada intinya, aspek pasar dan pemasaran untuk mengetahui apakah ide-ide produk diperkirakan akan diterima pasar, aspek teknis berguna untuk mengetahui apakah perusahaan mampu membuat produk tersebut dengan segala sumber daya yang dimilikinya. Sedangkan untuk aspek keuangan, adalah mnilai apakah produk trsebut jika dihasilkan akan mendatangkan keuntungan yang sesuai dengan harapan.
b. Pembuatan Desain Produk Awal
Dalam produksi barang, gambaran desain awal akan lebih jelas bila dibandingkan dengan produk jasa. Dalam membuat desain produk awal ini, hendaknya dipertimbangkan hal-hal seperti: manfaat produk yang akan dibuat, fungsi yang hendaknya dimiliki barang agar menunjang manfaat-manfaatnya, desain, seni, dan estitika barang yang akan diproduksi. Desain produk awal ini akan ditindaklanjuti menjadi produk yang lebih mendekati sebenarnya.
c. Pembuatan Prototip dan Pengujian
Khususnya pada produk barang yang akan diproduksi secara masal, pembuatan prototip menjadi begitu penting. Prototip adalah produk yang dibuat sebagai produk percobaan sebelum produk dibuat secara besar-besaran.Ia berguna untuk menilai kemampuan produk agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Untuk produk jasa, pada umumnya, dapat juga dibuat prototipnya, misalnya sistem komputer untuk aplikasi general ledger (akuntansi).Sebelum dijual, sistem komputer ini dibuat dulu contohnya.Sementara itu, pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah prototip ini sesuai dengan harapan.Akhirnya, terciptalah desain produk akhir yang siap untuk diimplementasikan.
d. Implementasi
Tahap ini mencoba untuk menilai apakah produk yang sudah mulai diproduksi dan ditawaran di pasar memiliki masa depan yang baik. Cara melakukan penilaiannya bermacam-acam, salah satunya dengan menggunakan preference matrix. Caranya, produk dinilai melalui beberapa kriteria yang dianggap penting. Lalu kriteria-kriteria ini diberi bobot kepentingannya. Selanjutnya, nilailah kondisi produk berdasarkan kriteria-kriteria tersebut, misalnya dengan memberi bobot dengan skala minimal ordinal. Selanjutnya, carilah rata-rata skornya. Terakhir, bandingkan rata-rata skor itu dengan standar minimal yang telah ditentukan perusahaan. Jika, nilainya di atas standar, maka dianggap bahwa produk berada pada kondisi sukses, minimal pada saat itu.
Jadi, proses desain merupakan proses berulang. Informasi baru yang diberikan oleh pemakai dapat dimanfaatkan guna menemukan cara-cara meningkatkan desain, misalnya dalam rangka penghematan biaya produksi ataupun untuk mencapai sasaran kualitas. Selanjutnya, berdasarkan desain yang ditetapkan tersebut, perencanaan proses manufaktur dilakukan dengan menetapkan rincian spesifikasi proses yang dibutuhkan serta urtuannya secara cermat.

 3. Pemilihan Teknologi
Pilihan teknologi untuk memproduksi pada dekade saat ini, baik untuk produk barang maupun jasa, telah dan sedang berkembang terus sesuai dengan kemajuan zaman. Hendaknya, kemajuan teknologi membawa efisiensi yang tinggi pada proses produksi sekaligus menghasilkan produktivitas yang tinggi pula. Akan tetapi, selain keuntungan-keuntungan, juga terdapat kelemahan-kelemahan atas perkembangan teknologi ini, misalnya, teknologi tersebut belum tentu cocok dengan lingkungan internal perusahaan maupun lingkungan eksternalnya. Implikasi strategis pengelolaan teknologi yang efektif telah ditunjukan oleh misalnya perusahaan Kodak. Dengan mencadangkan anggaran riset dan pengembangan yang lebih dari rata-rata perusahaan sejenis dalam rangka menghasilkan produk baru, dan inovasi proses yang dilakukannya, telah menempatkan ia pada posisi sebagai leader dalam industry kamera.
Pemilihan teknologi untuk proses produksi berarti memilih jenis teknologi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk. Setelah keputusan pemilihan telah diputuskan, maka selanjutnya adalah menentukan denah, jenis peralatan, fasilitas penunjang, dan desain engineering yang diperlukan.

4. Rencana Kapasitas Produksi
Kapasitas didefinisakan sebagai suatu kemampuan pembatas dari unit poduksi untuk berproduksi dalam waktu tertentu. Kapasitas dapat dilihat dari sisi masukan (input) atau keluaran (output). Perhatiakn contoh berikut ini. Kapasitas dari masukan (input) mislanya adalah: kapasitas suatu perguruan tinggi dapat dilihat dari kemampuannya untuk menampung mahasiswa; kapasitas mesin didasarkan pada jam kerja operasi per harinya. Kapasitas dari keluaran (output) misalnya adalah: pabrik tempe diukur dari kemampuannya menghasilkan tempe; atau kapasitas buruh pabrik rokok diukur dengan memampuannya menghasilkan batang-batang rokok. Rata-rata penggunaan kapasitas dapat diukur dengan persentase pemakaian kapasitas untuk berproduksi dibagi dengan kapasitas yang tersedia. Jika masih tersedia cadangan kapasitas, ia disebut sebagai capacity cushion.
Rencana kapasitas produksi dalam rangka studi kelayakan aspek teknis dan teknologi ini tergantung beberapa pilihan sistem, antara lain:
a. Skala ekonomi
Dengan faktor ini, kapasitas yang dipilih adalah yang memiliki biaya per unit yang paling rendah. Akan tetapi, cara ini memiliki kelemahan-kelemahan, seperti: waktu pengembalian modalnya berjangka panjang, akibatnya produk menjadi kurang fleksibel untuk disesuaikan dengan selera konsumen.
b. Focused facilities 
Dengan kelemahan-kelamahan yang ada pada sistem skala ekonomi di atas, maka muncullah, sistem focused facilities, di mana cara mempertahankan volume produksi yang tinggi diganti dengan penyediaan produk yang lebih disesuaikan dengan kebutuhan. 
Selain itu, dalam perencanaan kapasitas produksi, terdapat dua ekstrim strategi yaitu :
1) Strategi Ekspansi, strategi ini lebih bersifat proaktif.
Contoh cara kerjanya adalah dengan melakukan penelitian pasar untuk mengetahui apakah untuk waktu yang akan datang permintaan pasar atas produk akan meningkat atau sebaliknya, sehingga kapasitas produksi harus ditambah atau dikurangi.
2) Strategi wait and see, di mana cara ini dilakukan, jika permintaan produk sudah yakin benar meningkat atau tidak meningkat.

5. Rencana Kualitas
Kualitas produk merupakan hal penting bagi konsumen.Kualitas produk, baik yang barang maupun jasa perlu ditntukan melalui dimensi-dimensinya.Perusahaan hendaknya menentukan suatu tolok ukur rencana kualitas produk dari tiap dimensi kualitasnya.Dimensi kualitas produk dapata dipaparkan berikut ini.
a. Produk Berupa Barang
Menurut David Garvin, yang dikutip Vincent Gaspersz, menentukan dimensi kualitas barang dapat dilakukan melalui delapan dimensi seperti berikut ini.
1) Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang diperimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.
2) Features, yairu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
3) Reliability, hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
4) Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan pada keinginan pelanggan. Konfirmasi merefleksikan derajat ketepatan antara karakteristik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.
5) Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang.
6) Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.
7) Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilainilai estitika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari preferensi individual.
8) Fit and finish, suatu sifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.
b. Produk Jasa/Servis
Zeithaml et. al. mengemukakan lima dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu:
1) Reliability, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
2) Responsiveness, yaitu respons atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan.
3) Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas: pengetahuan terhadpa produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam member pelayanan, keterampilan dalam memberikan informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan di dalam memanfaatkan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terghadap perusahaan. Dimensi ini merupakan gabungan dari dimensi :
  • Kompetensi (competence), artinya keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
  • Kesopanan (courtesy), yang meliputo keramahan, perhatian dan sikap para karyawan.
  • Kredibilitas (credibility), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
  • Emphaty, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya.
6. Manajemen Persediaan
Persediaan barang biasanya digunakan untuk mengantisipasi permintaan konsumen yang meningkat secara tajam, atau untuk mensuplai kekurangan bahan baku. Persediaan barang yang tidak lancar akan mengurangi jumlah barang jadi yang dapat dihasilkan.
Jumlah persediaan barang hendaknya sesuai dengan kebutuhan, yakni jangan terlalu banyak atau terlalu sedikit. Untuk mengendalikannya diperlukan suatu manajemen persediaan. Manajemen persediaan barang terbagi 2, yaitu yang permintaannya bersifat independen, dimana sifat permintaan bahan bakunya tidak tergantung pada produksi barang lain dan yang bersifat dependen, dimana sifat permintaan barang tergantung pada jumlah suatu produk yang dibuat.
Hal-hal yang pokok yang perlu dikaji dalam rangka studi kelayakan antara lain adalah sebagai berikut:
a. Penentuan Jumlah Order. Secara sederhana, menentukan jumlah order setiap kali melakukan pesanan dapat menggunakan bermacam-macam model. Seperti model Economic Order Quantity (EOQ), serta model-model operation research lainnya.
b. Safety Stock. Secara sederhana, penentuan jumlah barang sebagai persediaan untuk pengamanan perlu dianalisis agar ia tidak berlebihan atau kekurangan. Dua buah model untuk menganalisis permasalahan persediaan pengaman ini adalah model Expected Value dan model Kurva Normal.
c. Inventory System. Sistem ini adalah suatu cara untuk menentukan bagaimana dan kapan suatu pembelian dilakukan untuk mengisi persediaan barang. Pada dasarnya, ada dua cara yaitu sistem reorder point dan sistem periodic.
d. Materials Requirement Planning. Sistem perencanaan material, berbeda dengan sistem EOQ yang bersifat reaktif, ia lebih bersifat proaktif, sehingga perencanaan ke depan merupakan intinya. Keuntungan penggunaan sistem MRP antara lain adalah: mengurangi kesalahan dalam memperkirakan kebutuhan karena kebutuhan barang didasarkan atas rencana jumlah produksi, menyajikan informasi untuk perencanaan kapasitas pabrik, dan dapat selalu memperbaiki jumlah persediaan dan jumlah pemesanan material.


EmoticonEmoticon