RANGKUMAN KASUS PENGGELAPAN DANA NASABAH BANK JATIM DI PAMEKASAN



A. Latar Belakang dan Kronologi Kejadian
          Pada Agustus 2019, sejumlah kepala desa di Kecamatan Galis, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, dikejutkan dengan raibnya tabungan mereka yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD). Uang tersebut ditabung di Bank Jatim Unit Keppo, Kecamatan Galis dengan jumlahnya yang variatif, mulai dari Rp 20 juta hingga Rp 45 juta. Salah satu aparat Desa Artodung,Kecamatan Galis berinisial TF menjelaskan, belum pernah ada penarikan uang di rekening. Namun, tiba-tiba uangnya sudah berkurang Rp 39 juta. TF langsung memeriksa kejadian tersebut ke bank. Ternyata, ada penarikan uang secara misterius, karena ada bukti slip penarikan dengan tanda tangan palsu.Tak lama kemudian, pihak Bank Jatim sempat mengembalikan uang yang raib tersebut. Bahkan pengembaliannya ada yang melebihi dari uang yang raib sehingga menimbulkan kejanggalan. Persoalan ini kemudian sampai ke Bank Jatim Cabang Pamekasan. Namun, pihak Bank Jatim Cabang Pamekasan membantah adanya keluhan dari nasabah, mengenai adanya tabungan mereka yang hilang. Kepala Bank Jatim Cabang Pamekasan, Arif Firdaus mengaku baru tahu bahwa ada uang nasabah yang hilang, setelah auditor datang langsung ke Bank Jatim Unit Keppo. Pada 18 September 2019, Arif Firdaus melaporkan dugaan penggelapan uang nasabah tersebut ke Polres Pamekasan. Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Pamekasan, Jawa Timur, menetapkan satu tersangka dugaan penggelapan uang nasabah Bank Jatim sebesar Rp 2,7 miliar. Tersangka berinisial A yang sebelumnya menjabat sebagai kepala Bank Jatim Unit Keppo, Kecamatan Galis. Kepala Satreskrim Polres Pamekasan, Iptu Andre Setya Putra menuturkan, tersangka kini sudah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Pamekasan.Dalam kasus ini, kurang lebih sepuluh saksi internal Bank Jatim sudah dimintai keterangan. Sebagian hasil dari pemeriksaan terhadap tersangka, uang tersebut digunakan oleh tersangka atas kepentingan pribadi yang diambil dari rekening sejumlah nasabah sejak tahun 2018 dan terus berlanjut hingga tahun 2019. Tersangka dijerat Pasal 374 KUHP tentang penggelapan dalam jabatan dengan ancamannya lima tahun penjara. 

B. Jenis pelanggaran Etika Bisnis yangTterjadi 
1. Pelanggaran Etika Profesi 
2. Pelanggaran HAM 
3. Pelanggaran pada UU No. 20 Tahun 2001 (Tindakan Korupsi) jenis penggelapan dalam jabatan.

RANGKUMAN KASUS PENIPUAN PENJUALAN UNIT APARTEMEN SIPOA DI SURABAYA



 A. Latar Belakang dan Kronologi Kasus
  •  Kronologi berdasar konsumen PT Sipoa Grup  
               Awalnya konsumen ditawari marketing dan iklan di surat kabar (koran) pada tahun 2014 dan tertarik membeli apartemen dari PT Sipoa karena harga yang miring. Kemudian hingga 2016 dan 2017 para konsumen ta kunjung mendapatkan haknya. Di kesepakatan awal, jika sampai 31 desember 2017 tidak ada kelanjutan, maka uang akan dikembalikan namun dari pihak PT Sipoa tidak kunjung mengemablikan uang para korban. Beberapa orang konsumen yang tergabung dalam paguyuban pembeli proyek sipoa (P2S) mendatangi dan melaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jatim pada Desember 2018. Setelah diproses hukum, pada tanggal 06 Desember 2018 akhirnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut 3 tahun penjara terhadap 2 terdakwa yaitu Klemens Sukarno Candra selaku direktur utama dan Budi Santoso selaku direktur keuangan pada sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.
  •  Kronologi berdasarkan pembelaan terdakwa 
                Pokok pangkal lahirnya perkara ini adalah karena (1) keadaan memaksa (overmacht) yang terjadi, yaitu ternyata persero mengalami krisis liquiditas yang terjadi akibat kebijakan Direktur Utama (Dirut) PT Bumi Samudra Jedine (Sipoa Grup) semasa dijabat Yudi Hartanto di tahun 2014-2015 yang melakukan pengeluaran uang besar-besaran hingga mencapai 180 miliar yang mayoritas adalah uang milik para konsumen. (2) Para terdakwa menjadi korban praktek mafia hukum, dan (3) karena adanya pengeluaran uang antara tanggal 17 Februari 2014 hingga 27 April 2015 sebesar Rp. 77,122,750,000,- (tujuh puluh tujuh milyar seratus dua puluh dua juta tujuh ratus lima puluh ribu rupiah), pada periode Dirut PT. Bumi Samudra Jedine yang dijabat oleh Yudi Hartanto yang mayoritas penggunaan dan peruntukannya tidak sesuai dengan kepentingan pembangunan proyek dan tanpa persetujuan dari para terdakwa.

B. Jenis Pelanggaran Etika Bisnis yang Terjadi
1. Pelanggaran etika bisnis terhadap akuntansi,
2. Pelanggaran etika bisnis terhadap transparansi,
3. Pelanggaran etika bisnis terkait penipuan, dan yang ke
4. Pelanggaran etika bisnis terkait pencucian uang. 

RANGKUMAN PENIPUAN PENJUALAN RUMAH BERBASIS SYARIAH


 

A.  Latar Belakang dan Kronologi Kasus Peniupuan 

  1. Latar belakang 
     Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Gatot, uang para korban digunakan untuk pembebasan tanah seluas 1,4 hektare senilai Rp 640 juta. Kemudian, untuk membeli kendaraan senilai Rp3 miliar
      2. Kronologi Pada 16/12/2019 
      Polda Metro Jaya mengungkap kasus penipuan penjualan rumah syariah di Amanah City Islamic Superblock kawasan Maja, Kabupaten Lebak, Banten yang dilakukan oleh PT Wepro Citra Sentosa. empat tersangka terkait kasus penipuan itu, masing-masing berinisial MA, SW, CB, dan S. telah menipu 3.680 korban dengan total kerugian mencapai Rp 40 miliar. Para tersangka  menawarkan perumahan harga murah dengan iming-iming perumahan syariah. Harganya murah, tanpa riba, tanpa checking bank sehingga masyarakat tertarik. keempat tersangka memiliki peran yang berbeda-beda :
1. Tersangka MA berperan sebagai komisaris yang berinisiatif dan merencanakan pembangunan perumahan fiktif.
 2. Tersangka SW berperan sebagai direktur utama PT Wepro Citra Sentosa yang menjalankan perusahan serta bekerja sama dengan pihak lain dalam rangka penjualan perumahan fiktif tersebut
 3. Tersangka CB berperan sebagai karyawan pemasaran yang membuat iklan dan brosur untuk meyakinkan para konsumen membeli perumahan fiktif tersebut. Sementara itu,
 4. tersangka S merupakan istri dari tersangka MA. berperan sebagai pemegang rekening yang menampung uang dari para korban. 
Perumahan syariah itu rencananya akan dibangun di daerah Tangerang Selatan dan Banten. Kepada para korban, tersangka menjanjikan pembangunan perumahan itu rampung pada Desember 2018. modus pelaku yakni mengiming-imingi rumah dengan harga murah hingga tidak perlu menggunakan KPR. Selain itu, para pelaku juga menjanjikan kepada para korban tidak ada pengecekan bank (BI checking) saat pengajuan aplikasi kredit. Sehingga 100 persen murni syariah,tanpa denda, tanpa sita
Berdasarkan hasil pemeriksaan, kata Gatot, uang para korban digunakan untuk pembebasan tanah seluas 1,4 hektare senilai Rp 640 juta. Kemudian, untuk membeli kendaraan senilai Rp3 miliar, menggaji karyawan Rp2,5 miliar, bayar refund Rp500 juta, dan marketing agent Rp4 miliar. Namun, hingga saat ini, perumahan syariah yang dijanjikan kepada para korban belum sama sekali dibangun. Di samping rumah tak pernah dibangun, uang para korban juga tidak dikembalikan oleh tersangka hingga diketahui para tersangka melarikan diri.  

B.  Menjelaskan Pelanggaran Etika yang Terjadi 
      Pelanggar etika penipuan properti hunian syariah  Kasus penipuan penjualan rumah berbasis syariah pada umumnya yaitu suatu kasus yg menawarkan biaya rumah dan cicilan lebih ringan dibandingkan konvensional atau melalui perbankan .Terutama bagi masyarakat beragama Islam, properti syariah merupakan jalan keluar menghindari praktik riba. Sayangnya, kebutuhan tersebut sering dimanfaatkan oleh oknum-oknum yg tidak bertanggung jawab sehingga menipu masyarakat sebagai konsumen.

C. Solusi Atas Permasalahan 
a. Perhatikan Dokumen Penting saat Beli Rumah 
b. Pastikan ada Bank Mitra Pemberi KPR 
c. Cek Keanggotaan di Asosiasi Pengembang 
d. Pastikan ada Wujud Rumahnya dan Jangan Tergiur Harga Murah


RANGKUMAN KASUS MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN GARUDA INDONESIA


 


A. Latar Belakang dan Kronologi Kejadian 
  • 2 April 2019
Di Sinilah Awal Mula Kisruh Laporan Keuangan Garuda Indonesia Dimulai Semua berawal dari hasil laporan keuangan Garuda Indonesia untuk tahun buku 2018. Dalam laporan keuangan tersebut, Garuda Indonesia Group membukukan laba bersih sebesar USD809,85 ribu atau setara Rp11,33 miliar (asumsi kurs Rp14.000 per dolar AS). Angka ini melonjak tajam dibanding 2017 yang menderita rugi USD216,5 juta. Namun laporan keuangan tersebut menimbulkan polemik, lantaran dua komisaris Garuda Indonesia yakni Chairal Tanjung dan Dony Oskaria (saat ini sudah tidak menjabat), menganggap laporan keuangan 2018 Garuda Indonesia tidak sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK). Pasalnya, Garuda Indonesia memasukan keuntungan dari PT Mahata Aero Teknologi yang memiliki utang kepada maskapai berpelat merah tersebut. PT Mahata Aero Teknologi sendiri memiliki utang terkait pemasangan wifi yang belum dibayarkan.
  • 30 April 2019
BEI Panggil Direksi Garuda, Bursa Efek Indonesia (BEI) memanggil jajaran direksi Garuda Indonesia terkait kisruh laporan keuangan tersebut. Pertemuan juga dilakukan bersama auditor yang memeriksa keuangan GIAA, yakni KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional). Di saat yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku belum bisa menetapkan sanksi kepada Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional). KAP merupakan auditor untuk laporan keuangan tahun 2018 PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang menuai polemik. Kendati sudah melakukan pertemuan dengan auditor perusahaan berkode saham GIAA itu, namun Kemenkeu masih melakukan analisis terkait laporan dari pihak auditor.
  • 2 Mei 2019
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Minta BEI Lakukan Verifikasi Laporan Keuangan Garuda. OJK meminta kepada BEI untuk melakukan verifikasi terhadap kebenaran atau perbedaan pendapat mengenai pengakuan pendapatan dalam laporan keuangan Garuda 2018. Selain OJK, masalah terkait laporan keuangan maskapai Garuda ini juga mengundang tanggapan dari Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi.
  • 3 Mei 2019
Penjelasan Garuda Indonesia Terkait Kisruh Laporan Keuangan. Garuda Indonesia akhirnya mengeluarkan pernyataan resmi setelah laporan keuangannya ditolak oleh dua Komisarisnya. Maskapai berlogo burung Garuda ini mengaku tidak akan melakukan audit ulang terkait laporan keuangan 2018 yang dinilai tidak sesuai karena memasukan keuntunga dari PT Mahata Aero Teknologi
  • 8 Mei 2019
Mahata Aero Buka-bukaan soal Kisruh Laporan Keuangan Garuda Indonesia. Kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia ini juga menyeret nama Mahata Aero Teknologi. Pasalnya, Mahata sebuah perusahaan yang baru didirikan pada tanggal 3 November 2017 dengan modal tidak lebih dari Rp10 miliar dinilai berani menandatangani kerja sama dengan Garuda Indonesia. Dengan menandatangani kerja sama dengan Garuda, Mahata mencatatkan utang sebesar USD239 juta kepada Garuda, dan oleh Garuda dicatatkan dalam Laporan Keuangan 2018 pada kolom pendapatan.
  • 21 Mei 2019
DPR Panggil Management Garuda Indonesia. Sebulan kemudian, Garuda Indonesia dipanggil oleh Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI). Jajaran Direksi ini dimintai keterangan oleh komisi VI DPR mengenai kisruh laporan keuangan tersebut. Dalam penjelasannya, Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra mengatakan, latar belakang mengenai laporan keuangan yang menjadi sangat menarik adalah soal kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi, terkait penyediaan layanan WiFi on-board yang dapat dinikmati secara gratis. Kerja sama yang diteken pada 31 Oktober 2018 ini mencatatkan pendapatan yang masih berbentuk piutang sebesar USD239.940.000 dari Mahata. Dari jumlah itu, USD28 juta di antaranya merupakan bagi hasil yang seharusnya dibayarkan Mahata.
  • 14 Juni 2019
Kemenkeu Temukan Dugaan Laporan Keuangan Garuda Tak Sesuai Standar. Kemenkeu telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional) terkait laporan keuangan tahun 2018 milik Garuda. KAP ini merupakan auditor untuk laporan keuangan emiten berkode saham GIIA yang menuai polemik. Sekertaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto menyatakan, berdasarkan hasil pertemuan dengan pihak KAP disimpulkan adanya dugaan audit yang tidak sesuai dengan standar akuntansi. Kementerian Keuangan juga masih menunggu koordinasi dengan OJK terkait penetapan sanksi yang bakal dijatuhkan pada KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan (Member of BDO Internasional), yang menjadi auditor pada laporan keuangan Garuda Indonesia tahun 2018
  • 18 Juni 2019
BEI Tunggu Keputusan OJK, BEI selaku otoritas pasar modal kala itu masih menunggu keputusan final dari OJK terkait sanksi yang akan diberikan kepada Garuda. Manajemen bursa saat itu telah berkoordinasi intens dengan OJK. Namun BEI belum membeberkan lebih lanjut langkah ke depan itu dari manajemen bursa.
  • 28 Juni 2019
Akhirnya Garuda Indonesia Kena Sanksi dari OJK, Kemenkeu dan BEI. Setelah perjalanan panjang, akhirnya Garuda Indonesia dikenakan sanksi dari berbagai pihak. Selain Garuda, sanksi juga diterima oleh auditor laporan keuangan Garuda Indonesia, yakni Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) dan Entitas Anak Tahun Buku 2018. Untuk Auditor, Menteri Keuangan Sri Mulyani memberikan sanski pembekuan izin selama 12 bulan. Selain itu, OJK juga akan mengenakan sanksi kepada jajaran Direksi dan Komisaris dari Garuda Indonesia. Mereka diharuskan patungan untuk membayar denda Rp100 juta. Selain itu ada dua poin sanksi lagi yang diberikan OJK. Yakni, Garuda Indonesia harus membayar Rp100 Juta. Selain itu, masing-masing Direksi juga diharuskan membayar Rp100 juta. Selain sanksi dari Kementerian Keuangan dan juga Otoritas Jasa Keuangan, Garuda Indonesia juga kembali diberikan sanksi oleh Bursa Efek Indonesia. Adapun sanki tersebut salah satunya memberikan sanksi sebesar Rp250 juta kepada maskapai berlambang burung Garuda itu.

B.Pelanggaran Etika Kasus Manipuasi Laporan Keuangan Garuda Indonesia
Kunci dalam kelola tata perusahaan yang baik atau yang biasa disebut GCG (Good Corporate Govermance) adalah kepatuhan atau Compliance. Kepatuhan tersebut sebagai arena yang mempertontonkan bahwa semua pengeolaan perusahaan dilakukan dengan taat dan setia dalam seluruh aspek.Mentolerir satu hal kecil saja akan menjadikan suatu awal yang akan berakibat fatal bagi eksistensi dan masa depan perusahaan.
Kelemahan sebagian besar organisasi dinegeri ini ada pada kepatuhan .Semua aturan,hukum,dan ketentuan hanya ada di kertas dan disimpan dalam file yang rapi tanpa ada penerapan dalam pengelolaan bisnis.Dalam hal ini , semua orang cenderung tidak patuh dan hanya mementingkan kepentingan pribadi serta perusahaan difungsikan menjadi arena perebutan kepentingan material. Nampaknya ketidahpatuhan terhadap aturan sedang terjadi dalam salah satu tubuh BUMN milik negara ini,yaitu PT Garuda Indonesia.

C.Analisis Pelanggaran Tata Kelola Perusahaan yang Baik (GCG) dalam Kasus Manipulasi Laporan Keuangan Garuda Indonesia 
1. Fairness (keadilan), 
2. Transparancy (transparansi), 
3. Accountability (akuntabilitas), 
4. Responsibility (pertanggungjawaban)

D. Analisis Kasus Etika Profesi Berdasarkan Kasus Garuda Indonesia 
1. Tanggung jawab profesi  
2. Kepentingan Publik
3. Integritas  
4. Objektifitas 
5. Kompetensi dan kehati-hatian professional 
6. Perilaku professional 
7. Standar teknis 


RANGKUMAN KASUS GAGAL BAYAR PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWASRAYA


 

 A. Latar Belakang dan Kronologi Kejadian Kasus Gagal Bayar Jiwasraya  
  1. Kronologi Kejadian Versi OJK
               Sebenarnya kasus ini telah bermula sejak tahun 2004, perusahaan melaporkan cadangan yang lebih kecil dari seharusnya, insolvensi (risiko pailit) mencapai Rp2,76 triliun. Selang dua tahun kemudian, yaitu pada tahun 2006 laporan keuangan perusahaan menunjukkan ekuitas negatif Rp3,29 triliun. Aset yang dimiliki perusahaan jauh lebih kecil dibandingkan kewajiban. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan tahun 2006-2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Selanjutnya, pada tahun 2008-2009 defisit perusahaan semakin lebar, yakni Rp5,7 triliun pada tahun 2008 dan Rp6,3 triliun pada tahun 2009. Melihat kondisi tersebut Jiwasraya mulai melakukan langkah penyelamatan jangka pendek (reasuransi). Kemudian Kementerian BUMN menyampaikan kepada direksi Jiwasraya akan tetap mempertahankan kelangsungan usaha dan meminta langkah konkret secara menyeluruh sehingga permasalahan Jiwasraya dapat diselesaikan Berikutnya pada kurun waktu tahun 2010-2012, Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan surplus sebesar Rp1,3 triliun pada akhir tahun 2011. Saat itu, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan/Bapepam-LK (kini OJK) meminta Jiwasraya menyampaikan alternatif penyelesaian komprehensif dan fundamental jangka pendek. Pada tahun 2012, Bapepam-LK memberikan izin produk JS Proteksi Plan pada 18 Desember 2012. JS Proteksi Plan dipasarkan melalui kerja sama dengan bank (bancassurance) melalui Bank BTN, KEB Hana Bank, BPD Jateng, BPD Jatim, dan BPD DIY. Per 31 Desember 2012, lewat skema finansial reasuransi Jiwasraya masih mencatat surplus Rp1,6 triliun. Namun, tanpa skema finansial reasuransi, maka Jiwasraya mengalami defisit sebesar Rp3,2 triliun. Pada tahun 2013, fungsi, tugas, dan wewenang Bapepam-LK resmi beralih kepada OJK. Saat itu, OJK meminta Kementerian BUMN menyampaikan langkah alternatif penyehatan keuangan Jiwasraya beserta jangka waktu penyehatan, karena memiliki permasalahan rasio solvabilitas (RBC) kurang dari 120 persen. Direksi Jiwasraya menyampaikan alternatif penyehatan berupa penilaian kembali aset tanah dan bangunan, revaluasi menjadi RP6,56 triliun dan mencatatkan laba Rp457,2 miliar. Pada rentang tahun 2013-2016, OJK memeriksa langsung Jiwasraya dengan aspek pemeriksaan investasi dan pertanggungan. Tidak dijelaskan lebih lanjut isi dari pemeriksaan tersebut. Kemudian, audit BPK 2015 menunjukkan terdapat dugaan penyalahgunaan wewenang Jiwasraya dan laporan aset investasi keuangan melebihi realita (overstated) dan kewajiban di bawah realita (understated). Akhirnya, pada tahun 2016, OJK meminta Jiwasraya menyampaikan rencana pemenuhan rasio kecukupan investasi karena sudah tidak lagi menggunakan mekanisme reasuransi. Perlu diketahui bahwa sepanjang tahun 2013-2017, pendapatan premi Jiwasraya meningkat karena penjualan produk JS Saving Plang dengan periode pencairan setiap tahun. Produk JS Saving Plan ini yang digadang-gadang melatarbelakangi terjadinya penyimpangan investasi, karena demi mengejar ritek, jiwasraya melakukan investasi sembrono yang memiliki  risiko tinggi Namun, pada tahun 2017, OJK mengklaim telah meminta Jiwasraya mengevaluasi produk tersebut agar sesuai kemampuan pengelolaan investasi. Pada tahun yang sama, OJK mengklaim memberikan sanksi peringatan pertama karena Jiwasraya terlambat dalam menyampaikan laporan aktuaria tahun 2017. Saat itu, kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan keuangan Jiwasraya pada tahun 2017 positif dengan raihan pendapatan premi dari produk JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun. Selain itu, perusahaan meraup laba Rp2,4 triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016. Lalu ekuitas surplus Rp5,6 triliun, tetapi terdapat kekurangan cadangan premi sebesar Rp7,7 triliun karena belum memperhitungkan penurunan aset. Pada April 2018, OJK dan direksi Jiwasraya membahas penurunan pendapatan premi secara signifikan akibat penurunan guaranteed return (garansi imbal hasil) atas produk JS Saving Plan. Ini merupakan imbas dari evaluasi produk tersebut. Pada Mei 2018 terjadi pergantian direksi Jiwasraya, dimana Asmawi Syam ditunjuk menjadi direktur utama. Di bawah kepemimpinannya, direksi baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN. Indikasi kejanggalan itu benar, karena hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017 mengoreksi laporan keuangan interim dari laba sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar. OJK juga mengenakan denda administratif sebesar Rp175 juta atas keterlambatan penyampaian laporan keuangan 2017. Pada Oktober-November 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. Perusahaan mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar. OJK mengadakan rapat dengan direksi Jiwasraya dengan agenda membahas kondisi perusahaan pada kuartal III 2018 dan upaya manajemen Jiwasraya mengatasi kondisi perseroan. Pada bulan yang sama, pemegang saham menunjuk Hexana Tri Sasongko sebagai Direktur Utama menggantikan Asmawi Syam. Laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebutkan Jiwasraya banyak melakukan investasi pada aset berisiko. Tujuannya untuk mengejar imbal hasil tinggi, sehingga mengabaikan prinsip kehati-hatian. Hexana mengungkap Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas (RBC) 120 persen. Tak hanya itu, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun. Akibatnya, ekuitas jiwasraya negatif sebesar Rp27,24 triliun. Sementara itu, liabilitas dari produk JS Saving Plan yang bermasalah tercatat sebesar Rp15,75 triliun.  
      2.  Kronologi Kejadian Versi BPK 
             Adapun kasus Jiwasraya disebut-sebut bermula sejak tahun 2002. Saat itu, jiwasraya dikabarkan sudah mengalami kesulitan. Namun, berdasarkan catatan BPK, Jiwasraya telah membukukan laba semu sejak 2006. Alih-alih memperbaiki kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan saham berkualitas, Jiwasraya justru menggelontorkan dana sponsor untuk klub sepak bola dunia, Manchester City, pada 2014. Pada tahun 2015, Jiwasraya meluncurkan produk JS Saving Plan dengan cost of fund yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Sayangnya, dana tersebut kemudian diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana yang berkualitas rendah. Pada tahun 2017, Jiwasraya kembali memperoleh opini tidak wajar dalam laporan keuangannya. Padahal, saat ini Jiwasraya mampu membukukan laba Rp 360,3 miliar. Opini tidak wajar itu diperoleh akibat adanya kekurangan pencadangan sebesar Rp 7,7 triliun. Agung mengatakan jika pencadangan dilakukan sesuai ketentuan, seharusnya perusahaan menderita rugi (pada saat itu). Berlanjut ke tahun 2018, Jiwasraya akhirnya membukukan kerugian unaudited sebesar Rp 15,3 triliun. Pada September 2019, kerugian menurun jadi Rp 13,7 triliun. Kemudian pada November 2019, Jiwasraya mengalami negative equity sebesar Rp 27,2 triliun. Disebutkan sebelumnya, kerugian itu terutama terjadi karena Jiwasraya menjual produk JS Saving Plan dengan cost of fund tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Apalagi berdasarkan catatan BPK, produk JS Saving Plan merupakan produk yang memberikan kontribusi pendapatan tertinggi sejak tahun 2015. BPK telah melakukan pemeriksaan dalam kurun waktu tahun 2010-2019, BPK telah dua kali melakukan pemeriksaan atas Jiwasraya, yaitu Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) tahun 2016 dan pemeriksaan investigatif pendahuluan tahun 2018. Dalam investigasi tahun 2016, BPK mengungkapkan 16 temuan terkait dengan pengelolaan bisnis, investasi, pendapatan, dan biaya operasional tahun 2014-2015. Temuan tersebut mengungkapkan, Jiwasraya kerap berinvestasi pada saham gorengan, seperti TRIO, SUGI, dan LCGP. Lagi-lagi, investasi tak didukung oleh kajian usulan penempatan saham yang memadai. Pada tahun 2016 pula, Jiwasraya telah diwanti-wanti berisiko atas potensi gagal bayar dalam transaksi investasi dengan PT Hanson Internasional. Ditambah, Jiwasraya kurang optimal dalam mengawasi reksadana yang dimiliki. Jadi masalah-masalah ini sudah dideteksi pada tahun 2016. Pemeriksaan BPK tahun 2018, menindaklanjuti hasil temuan 2016, BPK akhirnya melakukan investigasi pendahuluan yang dimulai pada 2018. Yang menggemparkan, hasil investigasi ini menunjukkan adanya penyimpangan yang berindikasi fraud dalam mengelola saving plan dan investasi. Potensi fraud disebabkan oleh aktivitas jual beli saham dalam waktu yang berdekatan untuk menghindari pencatatan unrealized loss. Kemudian, pembelian dilakukan dengan negosiasi bersama pihak-pihak tertentu agar bisa memperoleh harga yang diinginkan. Pihak yang diajak berinvestasi saham oleh manajemen terkait transaksi ini adalah grup yang sama sehingga ada dugaan dana perusahaan dikeluarkan melalui grup tersebut. Parahnya, selain investasi pada saham gorengan, kepemilikan saham tertentu melebihi batas maksimal di atas 2,5 persen. Saham-saham gorengan yang kerap dibelinya, antara lain saham Bank BJB (BJBR), Semen Baturaja (SMBR), dan PT PP Properti Tbk. Saham-saham gorengan tersebut berindikasi merugikan negara sebesar Rp 4 triliun. Pembelian dilakukan dengan negoisasi bersama pihak-pihak tertentu agar bisa memperoleh harga yang diinginkan. Tak sampai di situ, investasi juga dilakukan pada saham-saham yang tidak likuid dengan harga tak wajar, juga disembunyikan pada beberapa produk reksadana. Pada posisi per 30 Juni 2018, Jiwasraya diketahui memiliki 28 produk reksadana dengan 20 reksadana di antaranya memiliki porsi di atas 90 persen dimana sebagian besar reksadana berkualitas rendah dan tidak likuid, kemudian BPK menemukan indikasi kerugian negara sementara akibat penurunan nilai diperkirakan Rp. 6,4 triliun. Selanjutnya, pemeriksaan BPK pada tahun 2019, BPK  mendapat permintaan dari Komisi XI DPR RI dengan surat Nomor PW/19166/DPR RI/XI/2019 tanggal 20 November 2019 untuk melakukan PDTT lanjutan atas permasalahan itu. Selain DPR, BPK juga diminta oleh Kejaksaan Agung untuk mengaudit kerugian negara. Permintaan itu dilayangkan melalui surat tanggal 30 Desember 2019. Disini sudah jelas bahwa penanganan kasus Jiwasraya bukan hanya masuk di ranah audit, tapi juga sudah masuk di ranah penegakan hukum. Kasus masih terus berlanjut, BPK pun saat ini tengah melakukan dua pekerjaan, yaitu melakukan investigasi untuk memenuhi permintaan DPR dan menindaklanjuti hasil investigasi pendahuluan. Sekaligus menghitung kerugian negara atas permintaan Kejagung. BPK dan Kejagung berjanji, dalam kurun waktu dua bulan pihaknya akan mengungkap pelaku yang terlibat, institusi yang terlibat, dan angka pasti kerugian negara.  

B.  Pelanggaran Etika yang Terjadi Pada Kasus Gagal Bayar Jiwasraya 
1. Melanggar prinsip kehati-hatian saat berinvestasi Laporan audit BPK menyebutkan bahwa Jiwasraya banyak melakukan investasi pada asset beresiko. Tujuannya adalah untuk mengejar imbal hasil tinggi, sehingga mengabaikan prinsip kehati-hatian.  
2. Penyimpangan investasi saham Jiwasraya telah melakukan investasi pada asset-aset beresiko. Mereka melakukan investasi sembrono yang memiliki resiko tinggi, tetapi mereka tetap melakukannya. Berdasarkan pemeriksaan BPK pada tahun 2018 hasil ini menunjukkan adanya penyimpangan yang berindikasi fraud dalam mengelola saving plan dan investasi. Potensi fraud disebabkan oleh aktivitas jual beli saham dalam waktu yang berdekatan untuk menghindari pencatatan unrealized loss. Investasi dilakukan ke saham-saham yang tidak likuid dengan harga yang tidak wajar, juga disembunyikan pada beberapa produk reksadana. Pada posisi per 30 Juni 2018, Jiwasraya diketahui memiliki 28 produk reksadana dengan 20 reksadana di antaranya memiliki porsi di atas 90 persen dimana sebagian besar reksadana berkualitas rendah dan tidak likuid. 
3. Laporan keuangan yang tidak dapat diyakini kebenarannya Pada Mei 2018, telah terjadi pergantian direksi, dan direksi baru tersebut telah melaporkan bahwa terdapat kejanggalan dlaporan keuangan kepada Kementerian BUMN. Indikasi kejanggalan itu benar karena hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan tahun 2017 mengoreksi laporan keuangan interim dar laba sebesar Rp. 2,4 triliun menjadi hanya Rp. 428 miliar.  

C.  Solusi yang Harus Dilakukan Terhadap Kasus Gagal Bayar Asuransi Jiwasraya 
Berikut beberapa hal yang bisa dilakukan terkait kasus gagal bayar Asuransi Jiwasraya menurut Kementerian BUMN :
1. Restrukturisasi utang dari Jiwasraya khususnya untuk saving plan. 
2. Pendirian holding asuransi. Hanya saja Kementerian BUMN masih menunggu rampungnya peraturan pemerintah terkait holding tersebut, karena tidak bisa membuat holding apabila tidak ada peraturan pemerintah. 
3. Kerjasama dengan BUMN untk bentuk anak perusahaan Ada wacana untuk melakukan kerjasama dengan BUMN dan membuat anak perusahaan Jiwasraya Putra, dimana apabila ada hasil investor yang masukbisa dipakai untuk pengembalian dana nasabah. Hal ini ditargetkan akan selesai pada kuartal I sampai dengan kuartal II 2020. 
4. Menjual portofolio saham Ini bisa dilakukan dengan melihat apakah ada saham yang bisa dijual dengan harga yang baik.